Jakarta - Kalangan pengusaha mulai mengkhawatirkan lonjakan impor beberapa produk dari China dan aktif melakukan monitoring di lapangan. Sumber: Bisnis Indonesia
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi menuturkan meskipun secara fakta belum terlihat adanya lonjakan impor, kekhawatiran di sejumlah sektor mulai bermunculan.
Menurut dia, kepanikan ini juga mulai menyebar di sejumlah sektor lainnya yang merasa kian terancam oleh kerja sama perdagangan Asean-China (ACFTA), kendati Bea dan Cukai berkilah bahwa produk impor yang masuk ke Tanah Air masih berada dalam batas kewajaran dan belum memperlihatkan gejala adanya lonjakan yang mengancam industri dalam negeri.
"Kekhawatiran itu ada dan memang mulai tampak. Sejak Januari dan Februari, barang memang belum masuk secara besar-besaran karena umumnya barang yang beredar saat ini merupakan sisa barang impor sebelum ACFTA efektif pada 1 Januari. Maret ini sepertinya sudah melonjak dan kekhawatiran di kalangan industri tak terhindarkan," kata Sofjan kepada Bisnis, kemarin.
Ade Sudrajat, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), mengungkapkan sejak Januari sampai Februari, produk impor dari China memang sudah membanjiri pasar dalam negeri. Hanya saja, lonjakan ini masih tidak begitu kelihatan.
Senada dengan Sofjan, dia memperkirakan impor akan mulai membanjiri pasar domestik pada Maret. Namun, meskipun mengaku cukup khawatir, Ade menilai peningkatan jumlah impor yang akan terjadi tersebut, tetap bergantung pada daya beli masyarakat.
"Perkiraannya Maret. Tapi mau banjirin bagaimanapun, kalau permintaan kita gak ada, saya rasa percuma juga," katanya.
Dia mengakui tren lonjakan angka impor sebenarnya sudah mulai terlihat di pasaran, tak terbatas pada produk pakaian saja, tapi juga mencakup sejumlah produk lainnya, seperti mainan anak-anak dan alat-alat rumah tangga.
Tidak lama
Ketua Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) klaster paku dan kawat Ario Setiantoro yang dihubungi terpisah mengakui industri baja klaster paku sebenarnya tengah menikmati masa 'romantisme' dengan pasar domestik setelah sebelumnya merugi akibat membanjirnya produk paku impor dari luar negeri.
Sayangnya hal itu tidak akan berlangsung lama sebab ancaman lonjakan impor sejumlah produk yang masuk dalam klaster paku dan kawat mulai terlihat.
Seperti diketahui, pemerintah memang telah mengenakan bea masuk safeguard untuk produk paku, dan kemungkinan akan disusul oleh produk kawat yang hingga kini masih dalam tahapan penyelidikan.
Pengenaan tindakan pengamanan tersebut dinilai efektif karena berhasil meningkatkan produksi sejumlah produsen paku di pasaran yang pada gilirannya ikut mengangkat harga paku domestik di pasaran dan di satu sisi menekan impor paku dari China.
"Dulu 50% pasar domestik dikuasai produk impor. Sejak safeguard, harga paku sudah baik, produksi bisa kita genjot. Sayangnya ada ketakutan produk tersebut akan membanjir pada Maret dan prediksi kami akan banyak masuk," jelasnya.
Secara khusus, Ario menyoroti produk China yang masih merembes ke pasar domestik meski sudah dikenai bea masuk safeguard hingga 145%. Impor dengan bea masuk tersebut, katanya, sulit dilakukan karena menyebabkan produk impor tersebut kesulitan bersaing.
"Anehnya kok masih bisa masuk. Saya pikir ada indikasi impor borongan atau bahkan penyelundupan karena buktinya setelah safeguard, masih rembes juga. Dengan bea masuk 145%, tentu harga paku yang masuk jauh dua kali lipat dibandingkan dengan harga paku Indonesia. Ini tentu sulit kan?" (maria.benyamin @bisnis.co.id)
Oleh Maria Y. Benyamin
Bisnis Indonesia